Dalam suatu diskusi tentang Islamisasi di
Fakultas Agama Islam UNISMUH (16/1/2015), Prof. Wan Mohd. Nor Wan
Daud ditanya oleh salah seorang dosen. "Kami di sini mengajar Islam
100 persen. Kami mengajarkan bahasa arab, alquran, dan hadits. Apakah perlu
Islamisasi lagi?". Prof. Wan menjawab, "Perlu. Karena orang kafir
Qurais, musuh-musuh Islam, pintar bahasa arab dan belajar Islam. Oleh karena
itu perlu Islamisasi."
Pernyataan
Prof. Wan bukan tanpa sebab. Dewasa ini, begitu banyak ilmu pengetahuan diserap
tapi tak dilandasi dengan keimanan. Ilmu pengetahuan tak lagi merujuk pada
alquran ataupun hadits. Agama disimpan dalam laci. Barat menjadi kiblat ketika
menerima pengetahuan. Alhasil, produk-produk yang keluar ialah intelektual yang
sekuler. Yang sangat mengkhawatirkan ialah ilmu-ilmu sekuler itu merebak ke
sekolah-sekolah hingga perguruan tinggi negeri.
Islamisasi
ialah salah satu jalan agar keluar dari jaring-jaring sekuler. Islamisasi ilmu
tidak lah sama dengan labelisasi. Islamisasi merupakan sarana mengintegrasikan
ilmu dunia –entah itu sosial, ekonomi, politik- dengan aspek akhirat.
Islamisasi
yakni suatu konsep bagaimana menjadikan ketauhidan dalam memperoleh ilmu.
Seperti kata Prof. Syed Naqub al-Attas, bahwa Islamisasi adalah, “pembebasan
manusia dari unsur
magic, mitologi,
animisme, dan tradisi kebudayaan kebangsaan serta dari penguasaan sekuler atas
akal dan bahasannya. Ini berarti pembebasan akal atau pemikiran dari pengaruh
pandangan hidup yang diwarnai oleh kecenderungan sekuler, primordial dan
mitologi.”
Tentu saja,
orang yang ingin mengislamisasi ilmu perlu memenuhi prasyarat, yaitu ia harus
mampu mengidentifikasi pandangan hidup Islam (
the Islamic world view). Sebab tidak semua yang dari Barat ditolak
secara keseluruhan. Ada ilmu-ilmu yang pada dasarnya tidak bertentangan dengan
kaidah Islam.
Dalam melakukan
Islamisasi –menurut Ismail Raji al-Faruqi-, ada usaha-usaha dalam
mendefinisikan kembali, menyusun ulang data, memikirkan kembali argumen dan
rasionalisasi yang berkaitan dengan data itu, menilai kembali simpulan dan
tafsiran, memproyeksikan kembali tujuan-tujuan dan melakukan semua itu
sedemikian rupa sehingga disiplin-disiplin ini memperkaya wawasan Islam dan
bermanfaat bagi cita-cita Islam.
Islamisasi Kampus
Kampus ialah
salah satu basis ilmu pengetahuan yang tertinggi. Oleh karena itu,
mengislamisasi kampus sama saja dengan berusaha menghasilkan cendekiawan Islam
yang mumpuni. Sayangnya kampus Islam saat ini belum cukup dalam menghadapi
tantangan sekularisasi. Karena hal demikian, tak heran mengapa ada sindiran
‘Universitas insyallah Islam.”
Islamisasi
kampus menurut Dr. Rofiq Anwar, Mantan Rektor Universitas Islam Sultan Agung
Semarang, ialah upaya mengembalikan kehidupan Islam di kampus, baik kehidupan
budaya masyarakat kampus dalam keseharian maupun ilmu-ilmunya.
Setidaknya,
terdapat beberapa wilayah yang perlu dilakukan dalam rangka Islamisasi kampus. Pertama,
menyatukan pendididikan sekuler dengan agama. Hal ini dapat dicapai dengan cara
mengislamisasikan sistem sekuler dan memodernisasikan sistem agama.
Kedua,
penanaman visi Islam. Dalam rangka mewujudkan Islamisasi kampus, setiap kampus,
universitas harus berpihak pada perwujudan dan pada nilai-nilai Islam. Kampus tidak
boleh netral dalam setiap lini ilmu pengetahuan. Kampus harus peka dan memilah
pelajaran-pelajaran yang diajarkan agar tidak tersandung oleh adanya
sekularisasi. Dalam hal transfer ilmu, pengajar juga harus pendidik muslim dan
yakin akan kebenaran alquran dan hadits. Bukan Orientalis non-muslim
Ketiga,
Islamisasi kurikulum. Sebagai
grand design
dalam pendidikan, peran kurikulum begitu penting. Karena, dengan melihat
kurikulum, kita bisa mengetahui seperti apa hasil didikannya nanti. Dunia
pendidikan diharapkan mampu menghasilkan orang-orang yang beriman, bertakwa,
berakhlak mulia dan dengan ketinggian ilmunya siap memimpin bangsa dan
membangun bangsa yang merdeka lagi bermartabat.
Keempat,
Islamisasi Sains-Ilmu Sosial. Dalam perkembangan Barat, upaya memahami realitas
sosial seringkali disamakan dengan cara pandang kajian-kajian ilmu alam. Dalam
hal ini, menurut Al-Faruqi upaya mengislamisasikan ilmu sosial dianggap tidak
kalah penting dibanding ilmu-ilmu alam.
Perjuangan
Islamisasi pada akhirnya masih dipenuhi banyak tantangan. Meskipun menurut
sebagian orang
nyinyir kalau ini
perjuangan mengejar utopia. Namun, sebagai seorang muslim, kita yakin, ini
adalah modal mengembangkan jejak-jejak peradaban.
Wallahu ‘alam!
0 komentar:
Posting Komentar