Cari Blog Ini

Sabtu, 24 Oktober 2015

Islamisasi Sebagai Upaya Membentuk Peradaban

Dalam suatu diskusi tentang Islamisasi di Fakultas Agama Islam UNISMUH (16/1/2015), Prof. Wan Mohd. Nor Wan Daud ditanya oleh salah seorang dosen. "Kami di sini mengajar Islam 100 persen. Kami mengajarkan bahasa arab, alquran, dan hadits. Apakah perlu Islamisasi lagi?". Prof. Wan menjawab, "Perlu. Karena orang kafir Qurais, musuh-musuh Islam, pintar bahasa arab dan belajar Islam. Oleh karena itu perlu Islamisasi."

Pernyataan Prof. Wan bukan tanpa sebab. Dewasa ini, begitu banyak ilmu pengetahuan diserap tapi tak dilandasi dengan keimanan. Ilmu pengetahuan tak lagi merujuk pada alquran ataupun hadits. Agama disimpan dalam laci. Barat menjadi kiblat ketika menerima pengetahuan. Alhasil, produk-produk yang keluar ialah intelektual yang sekuler. Yang sangat mengkhawatirkan ialah ilmu-ilmu sekuler itu merebak ke sekolah-sekolah hingga perguruan tinggi negeri.

Islamisasi ialah salah satu jalan agar keluar dari jaring-jaring sekuler. Islamisasi ilmu tidak lah sama dengan labelisasi. Islamisasi merupakan sarana mengintegrasikan ilmu dunia –entah itu sosial, ekonomi, politik- dengan aspek akhirat. 

Islamisasi yakni suatu konsep bagaimana menjadikan ketauhidan dalam memperoleh ilmu. Seperti kata Prof. Syed Naqub al-Attas, bahwa Islamisasi adalah, “pembebasan manusia dari unsur magic, mitologi, animisme, dan tradisi kebudayaan kebangsaan serta dari penguasaan sekuler atas akal dan bahasannya. Ini berarti pembebasan akal atau pemikiran dari pengaruh pandangan hidup yang diwarnai oleh kecenderungan sekuler, primordial dan mitologi.”

Tentu saja, orang yang ingin mengislamisasi ilmu perlu memenuhi prasyarat, yaitu ia harus mampu mengidentifikasi pandangan hidup Islam (the Islamic world view). Sebab tidak semua yang dari Barat ditolak secara keseluruhan. Ada ilmu-ilmu yang pada dasarnya tidak bertentangan dengan kaidah Islam. 

Dalam melakukan Islamisasi –menurut Ismail Raji al-Faruqi-, ada usaha-usaha dalam mendefinisikan kembali, menyusun ulang data, memikirkan kembali argumen dan rasionalisasi yang berkaitan dengan data itu, menilai kembali simpulan dan tafsiran, memproyeksikan kembali tujuan-tujuan dan melakukan semua itu sedemikian rupa sehingga disiplin-disiplin ini memperkaya wawasan Islam dan bermanfaat bagi cita-cita Islam. 

Islamisasi Kampus

Kampus ialah salah satu basis ilmu pengetahuan yang tertinggi. Oleh karena itu, mengislamisasi kampus sama saja dengan berusaha menghasilkan cendekiawan Islam yang mumpuni. Sayangnya kampus Islam saat ini belum cukup dalam menghadapi tantangan sekularisasi. Karena hal demikian, tak heran mengapa ada sindiran ‘Universitas insyallah Islam.”

Islamisasi kampus menurut Dr. Rofiq Anwar, Mantan Rektor Universitas Islam Sultan Agung Semarang, ialah upaya mengembalikan kehidupan Islam di kampus, baik kehidupan budaya masyarakat kampus dalam keseharian maupun ilmu-ilmunya. 

Setidaknya, terdapat beberapa wilayah yang perlu dilakukan dalam rangka Islamisasi kampus. Pertama, menyatukan pendididikan sekuler dengan agama. Hal ini dapat dicapai dengan cara mengislamisasikan sistem sekuler dan memodernisasikan sistem agama.

Kedua, penanaman visi Islam. Dalam rangka mewujudkan Islamisasi kampus, setiap kampus, universitas harus berpihak pada perwujudan dan pada nilai-nilai Islam. Kampus tidak boleh netral dalam setiap lini ilmu pengetahuan. Kampus harus peka dan memilah pelajaran-pelajaran yang diajarkan agar tidak tersandung oleh adanya sekularisasi. Dalam hal transfer ilmu, pengajar juga harus pendidik muslim dan yakin akan kebenaran alquran dan hadits. Bukan Orientalis non-muslim

Ketiga, Islamisasi kurikulum. Sebagai grand design dalam pendidikan, peran kurikulum begitu penting. Karena, dengan melihat kurikulum, kita bisa mengetahui seperti apa hasil didikannya nanti. Dunia pendidikan diharapkan mampu menghasilkan orang-orang yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia dan dengan ketinggian ilmunya siap memimpin bangsa dan membangun bangsa yang merdeka lagi bermartabat.

Keempat, Islamisasi Sains-Ilmu Sosial. Dalam perkembangan Barat, upaya memahami realitas sosial seringkali disamakan dengan cara pandang kajian-kajian ilmu alam. Dalam hal ini, menurut Al-Faruqi upaya mengislamisasikan ilmu sosial dianggap tidak kalah penting dibanding ilmu-ilmu alam. 

Perjuangan Islamisasi pada akhirnya masih dipenuhi banyak tantangan. Meskipun menurut sebagian orang nyinyir kalau ini perjuangan mengejar utopia. Namun, sebagai seorang muslim, kita yakin, ini adalah modal mengembangkan jejak-jejak peradaban. Wallahu ‘alam!



0 komentar:

Posting Komentar

Muh. Hidayat. Diberdayakan oleh Blogger.