Jenggot ialah salah satu perkara yang lagi nge-trend di sosial media. Ibu saya, tatkala menyaksikan Teuku Wisnu berkata, "Deh. Jenggotnya Teuku Wisnu." Ibu saya terkaget-kaget melihat penampilan artis tersebut. "Na dalami mentong Agama," lanjut Ibu. Saya cuman nyengir kuda.
Di lain waktu, saya juga mendapati seseorang berkata bahwa berjenggot itu ciri-ciri orang goblok. Geram juga melihat ini. Sekali lagi, kita punya opsi. Saya lebih senang berdiam diri. Saya ogah nge-share pernyataan-pernyataan yang lebih mirip pepatah arab. "Kalau mau terkenal, kencinglah di sumur air zam-zam (Koreksi saya jika salah).
Terlepas dari itu, saya punya pengalaman pribadi mengenai jenggot. Terus terang, ketika helai demi helai tumbuh di bawah dagu saya, saya jadi takut. Kala menatap cermin dan melihat helaian itu, saya terkadang mengurut dada. Memikirkan hal-hal yang terjadi jika ia tumbuh bersama rekan-rekannya.
Saya tahu jika memelihara jenggot itu sunnah. Tapi, ketika ia dikaitkan dengan kesalehan, maka saya perlu istigfar. Kalau perlu, setiap tarikan nafas yang saya lakukan, maka embusannya ialah istigfar. Ya. Saya amat takut jika teman-teman menganggap saya orang saleh, ahli ibadah, ataupun gelar-gelar lainnya. Saya takut , jangan sampai dengan jenggot saya, orang-orang akan meminta fatwa.
Maka kepada teman-teman saya yang begitu baik dan ramah, jika engkau melihat helaian rambut di bawah dagu saya telah lebat, maka kuperingatkan sekali lagi, itu bukanlah tanda kesalehan saya. Saya hanyalah manusia biasa yang dosanya begitu banyak. Hina dina. Lemah di hadapanNya. Maka tak ada jalan lain selain memohon ampunan Allah.
Tetapi, kamu harus yakin teman, bahwa jenggot itu sunnah. Janganlah engkau mencukurnya. Yakinilah hingga hari akhir. Dan itu bisa membuat engkau tambah pintar jika engkau belajar dan berusaha.
Makassar, 17 September 2015
0 komentar:
Posting Komentar