Cari Blog Ini

Selasa, 13 Januari 2015

Tanda Tanya Seputar Program E-Sabak

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, baru-baru ini mengeluarkan kebijakan baru dalam sistem pembelajaran. Setelah mengganti kurikulum 2013,  pria kelahiran Jawa Barat itu akan menerapkan penggunaan tablet menggantikan buku pelajaran.

Program yang bekerja sama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan PT Telkom ini dinamakan dengan E-Sabak atau elektronik sabak. Kata sabak sendiri diambil dari perangkat alat tulis yang dipakai pelajar Indonesia puluhan tahun silam (iberita.com). Anies Baswedan juga mengatakan dengan menggunakan tablet, maka siswa akan lebih interaktif materi belajarnya (Liputan6.com). Upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan tentunya harus didukung, mengingat pendidikan di Indonesia belum bisa bersaing dengan negara-negara lain. 

Namun, konsep E-Sabak ini masih menuai banyak pertanyaan dari para akademisi dan masyarakat. Karena tidak semua anak-anak -apalagi di daerah pedalaman- mengerti akan teknologi. Ganjar Widiayoga, Mahasiswa program doktor di Durham University, dalam blognya mengatakan, bahwa konsep ini setidaknya dilihat dari lima hal, yakni;

1) Anggaran. Siapakah yang akan mengadakan? Negara ataukah orangtua siswa? Di Los Angeles tahun 2013, ketika pemerintah berniat untuk membelikan iPad bagi setiap murid, anggarannya melebihi 30 juta dolar. Itu untuk 640 ribu siswa. Meski kebijakan itu ditunda karena siswa SMA di LA menghack dan menggunakannya untuk akses social media, namun estimasi anggaran ketika dilakukan di Indonesia setidaknya sudah bisa diprediksikan kalau akan menguras banyak biaya.

2)  Kepemilikan. Jika program ini diadakan, siapa pemilik tablet tersebut?  Apakah negara, sekolah, ataukah siswa? Apakah distribusi tablet akan merata keseluruh siswa di Indonesia? Dan bagaimana dengan siswa yang tinggal di daerah tertinggal yang infrakstruktur dan jaringan internetnya belum memadai?

3) Keamanan. Ganjar Widiayoga membagi dua dalam aspek ini; keamanan fisik dan keamanan content. Sebab menjadi pertanyaan ketika tablet itu dicuri atau rusak, apa tindak lanjutnya? Apakah akan dipasangkan aplikasi Find My iPad, Lost Mode, dan semacamnya agar dapat dideteksi? Apakah dipasangkan aplikasi seperti Lock Screen dimana pencuri tidak dapat menggunakannya? Dan ketika rusak, siapa yang menanggung perbaikan tersebut?

Selain itu, keamanan content juga perlu dijaga. Sebagaimana kasus di Los Angeles, apakah tablet di Indonesia nanti pengamanannya lebih gampang dibobol ataukah sebaliknya? Hal ini untuk mencegah agar para siswa tidak salah menggunakan tablet. Karena selain dapat mengakses social media, siswa juga dikhawatirkan bisa menyontek jawaban ketika ujian.
 
4) Content. Tablet tanpa isi eBook dan aplikasi yang mengedukasi tidak akan memberikan manfaat banyak. Perihal ini, Anies Baswedan sudah menjawab secara umum. Ia juga mengatakan kalau akan ada kuis-kuis yang dapat dikembangkan.

5) Pendidikan guru dan orangtua. Sebab keduanya lah yang membentuk karakter seorang anak. Keduanya juga merupakan teladan bagi para siswa. Sejumlah penelitian membuktikan bahwa pola mendidik anak yang dilakukan dengan baik mempunyai hubungan positif dengan mutu anak. Adapun tablet hanya merupakan alat bantu dalam pembelajaran. 

Terlepas dari pada itu, perlu ada penelitian atau kajian khusus mengenai ini. Apakah ada korelasi positif antara pengunaan tablet sebagai alat pembelajaran dengan perkembangan kualitas siswa? Semoga dengan program ini, bisa menjadi langkah buat para siswa Indonesia agar dapat bersaing dengan dunia luar sekaligus memgharumkan nama bangsa Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar

Muh. Hidayat. Diberdayakan oleh Blogger.