Cari Blog Ini

Sabtu, 10 Januari 2015

Korupsi Ilmu


Dalam Ta'lim di Mesjid Wihdatul Ummah (10/1/2015), Ketua MIUMI Sulawesi Selatan, Dr. Rahmat Abd. Rahman mengatakan bahwa salah satu pilar utama kebangkitan Islam yakni ilmu pengetahuan. Sebuah peradaban tidak akan terwujud jika umat nya belum merasakan nikmatnya menuntut ilmu. Lebih lanjut, Dr. Rahmat Abd. Rahman menegaskan bahwa ilmu yang kita pelajari yakni ilmu yang benar (haq), dan bukan ilmu yang batil. Sebab banyak dari universitas-universitas yang berlabelkan agama yang bukannya membela agama, malah menjadi penggugat agama.

Fenomena banyaknya pembelajar agama menjadi penggugat agama itu menurut Prof. Naquib al-Attas terjadi karena adanya "corruption of knowledge" atau 'korupsi ilmu'. Seseorang yang belajar ilmu perbandingan agama, misalnya, pandangan yang tadinya mengatakan bahwa agama Islam yang benar, dapat dirusak dengan relativisme kebenaran dan relativisme iman. Ulumul Quran dapat dirusak dengan masuknya studi kritis terhadap al-Quran yang berujung pada keraguan pada al-Quran. 

Dan virus 'korupsi ilmu' lebih berbahaya dibanding korupsi harta. Sebab, ia bisa menulari para penerus bangsa yang bisa jadi ia adalah anak kita sendiri. Rasulullah shallahu 'alaihi wassalam bahkan menyebutkan bahwa seburuk-buruk makhluk yakni ulama yang jahat (ulama yang malah menjeremuskan kita ke neraka). Munculnya orang-orang munafik yang canggih dalam berargumentasi ('aliimil lisan) adalah sesuatu yang paling dikhawatirkan Rasulullah. Karena itu, penting bagi kita untuk memilah mana ilmu yang baik dan mana yang buruk.

Realitas muslim yang terjangkit virus 'korupsi ilmu' di Indonesia tidak sulit untuk ditemui. Sebab paham-paham sekularisme, pluralisme, dan liberalisme sudah banyak menghiasi media cetak dan media online. Penganut paham ini kebanyakan berasal dari universitas yang berlabelkan agama. Hartono Ahmad Jaiz dalam bukunya Ada Pemurtadan di IAIN memaparkan dengan gamblang siapa-siapa tokoh sekuler tersebut. Salah satunya Zuhairi Misrawi. Zuhari Misrawi mengatakan bahwa shalat lima waktu tidak wajib (hal. 91). Paham ini tentunya bertentangan dengan al-Quran dan Hadits yang memuat banyak sekali kewajiban mengenai shalat.

Setidaknya, ada dua penyebab kenapa seseorang mendapatkan kekeliruan berpikir tersebut, yakni apa yang disebutkan Dr. Adian Husaini sebagai kejahilan ringan dan kejahilan berat.

Kejahilan ringan adalah kurangnya ilmu tentang sesuatu yang seharusnya diketahui (ignorance). Mereka belum memperoleh informasi tentang kebenaran (al-Haq) sehingga  mereka tidak memiliki pilihan kecuali melakukan apa yang mereka ketahui sebagai suatu kebenaran. Adapun kejahilan berat yakni kekacauan ilmu (confusion of knowledge). Kejahilan jenis ini bukan karena kekurangan ilmu, tetapi ilmu yang salah, ilmu yang kacau. Ilmu yang mereka peroleh tidak menghantarkan mereka pada keyakinan dan kebenaran yang hakiki. Tetapi membawa mereka pada keraguan, meski informasi tentang kebenaran sudah mereka ketahui. (Lihat Pendidikan Islam: Membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab)

****

Sebagai seorang muslim, bahwasanya kita senantiasa membentengi diri kita dari virus tersebut. Dan salah satu caranya yakni mengembangkan tradisi keilmuan kita. Ia nya bukan hanya wajib, tapi juga berguna untuk membendung arus liberalisme. Maka mari menuntut ilmu!

0 komentar:

Posting Komentar

Muh. Hidayat. Diberdayakan oleh Blogger.