Keteladanan Nabi
Muhammad tidak hanya diakui oleh umat Islam. Namun, diakui juga oleh para
cendekiawan barat. Sebut saja Will Durant, Gustav Lebon, La Martin, Thomas
Charlye dan masih banyak yang lain. Bahkan salah satu cendekiawan barat yakni
Michael H Hart menempatkan Nabi Muhammad diurutan pertama sebagai 100 orang
paling berpengaruh di dunia.
Michael H Hart
mengatakan “Pilihan
saya menempatkan Muhammad di urutan teratas dalam daftar orang-orang yang
paling berpengaruh di dunia boleh jadi mengejutkan para pembaca dan
dipertanyakan oleh banyak orang, tetapi dia (Muhammad) adalah satu-satunya
manusia dalam sejarah yang sangat berhasil dalam dua tataran sekaligus, agama
(ukhrawi) dan sekular (duniawi).”
Seruan Jokowi untuk
meneladani Nabi Muhammad juga disampaikan Mantan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono. SBY mengatakan, “Mari kita teladani
akhlakul karimah beliau dalam kehidupan sehari-hari.” Tentu ini adalah
momen yang sangat bagus. Mengingat pemimpin bahkan masyarakat masih jauh dari
kepribadian Rasulullah. Hal ini ditandai dengan banyaknya kasus-kasus di
televisi ataupun media online. Banyaknya pemimpin yang terlibat korupsi mulai
dari lembaga tinggi negara, hingga ke lembaga yang berbasiskan agama. Amanah
sebagai pemimpin dikalahkan dengan dengan uang melimpah. Ucapan yang tadinya enggan untuk korupsi hanya bertahan
sekian hari. Di masa orde baru, misalnya. Banyak pemimpin yang kerap berkata
untuk senantiasa menegakkan hukum. Tapi praktiknya tak jarang hukum mereka
telikung dan kepentingan diri, keluarga serta kelompok yang mereka dahulukan. Tak
heran muncul pertanyaan, jika performa/pemimpin kedodoran, bagaimana dengan
pelajar, sosok calon pemimpin masa depan?
Perlunya contoh teladan
yang baik juga merupakan salah satu gejala mengapa bangsa ini tak sehebat
bangsa lain. Sebab, tiap hari para anak bangsa kita selalu disuguhi acara-acara
yang tak bermutu. Paginya anak-anak disediakan menu joget-joget sambil
mengumbar aurat, malamnya mencicipi adegan kisah cinta remaja dari Ganteng-Ganteng
Serigala. Jadilah pribadi mereka seperti apa yang mereka idolakan dalam acara
tersebut.
Nabi Muhammad sebagai
teladan yang baik (uswatun hasanah) sangat
patut untuk ditiru kelakuannya. Ini terbukti dengan banyaknya ayat dan Hadits
yang menggambarkan pribadi beliau. Anas ibn Malik menggambarkan akhlak
Rasulullah, “Beliau sosok penyayang, tidak seorang pun datang meminta sesuatu
kepadanya kecuali ia memberikan apa yang diminta kalau ada, atau minimal ia
menjanjikannya.”
Bukti kasih sayangnya terhadap
manusia juga dapat dilihat dari bagaimana Rasulullah mempercepat shalatnya
tatkala ada makmum yang lemah, sakit ataupun memiliki keperluan. Bahkan ketika
ia mendengar anak kecil yang sedang menangis.
Rasulullah juga sangat
toleran terhadap agama lain. Bahkan, sampai dengan wafatnya, Nabi Muhammad saw
telah melakukan interaksi intensif dengan seluruh kelompok agama (Paganis,
Yahudi, Nasrani), budaya-budaya dominan, dan kekuatan-kekuatan politik terbesar
ketika itu (Persia dan Romawi). Sebab, sejak awal umat Islam sudah diajarkan
untuk menerima keberagaman dalam agama (Pluralitas). Bahkan, Nabi Muhammad saw berpesan, Barangsiapa menyakiti seorang dzimmi maka sungguh ia menyakitiku, dan
barangsiapa menyakitiku, berarti ia menyakiti Allah.” (HR Thabrani). Dzimmi adalah non-muslim yang hidup di negeri Islam dan dan mendapat
perlindungan karena tidak memusuhi Islam
Lalu bagaimana dengan
Indonesia? Sebagai Negara yang mayoritas penduduknya Muslim, maka patut bagi
kita untuk meneladani Rasulullah. Sebab keteladanan Rasulullah merupakan
referensi yang berlaku bagi siapa saja. Keteladanannya tidak hanya berlaku di
zamannya, namun sepanjang zaman. Siapa saja yang meneladaninya, pastilah baik
perangainya. Allah berfirman, “Sungguh telah ada pada diri Rasulullah suri
teladan yang baik bagimu…” (QS al-Azhab ayat 21). Maka mari kita penuhi seruan
Jokowi untuk meneladani Rasulullah. Wallahu
‘Alam!
Januari, 2015
0 komentar:
Posting Komentar