Cari Blog Ini

Selasa, 25 November 2014

Pria Anonim

Jama'ah Mesjid Al-Muslimun setelah shalat Isya telah kembali kerumah. Terkecuali kami tiga orang. Saya, Yusuf, dan seorang lagi yang namanya saya lupa. Padahal saya sering bercerita dengannya. Cukup aneh bukan bercerita dengan orang yang namanya pun kita tak tahu?

Sebenarnya saya tak tahu banyak mengenai pria anonim ini. Namun, dia lah narasumber kami saat itu. Ia bercerita mengenai keluarga dan usaha nya hingga sekarang.

"Saya itu, umur 21 tahun, adami mobilku." Sedikit jeda. "Tapi itu tommi, harus berusaha dan berdoa orang." Pria anonim itu dulunya seorang penjual lampu. Dari bosnya, ia diberi sekotak dos berisikan lampu. Jika satu lampu laku, ia mendapat 1500 rupiah. "Ndak pulangka saya kalau tidak laku 50," katanya. Ia selalu memberi target jika menjual. Harus laku sekian. Saat ini pria anonim itu menjual barang pecah belah. Kejujurannya membuat bos nya memberi barang seharga 100 hingga 200 juta. Dari hasil barang itu ia bisa dapat 10 juta. Bahkan lebih.

"Sama ji juga kalau cewek. Kalau mau betulanko sama itu orang, berdoa ko." Pembicaraan kami mulai pindah. "Lima kali sholat, lima kali tong ka berdoa. Belumpi itu kalau sholat sunnah. Pasti berdoa ki lagi." Berkat kekuatan doanya itu, wanita idamannya telah ia raih. Mendengar hal itu, muncul dalam pikiran saya. 'Siapa bagus di?' Hahaha.

Detik ke menit membawa cerita kami tentang demo mahasiswa. Pria anonim itu ternyata punya kisah sedih mengenai kelahiran anaknya. Dalam kondisi darurat, ia harus rujuk istrinya ke RS Hadijah. Istrinya melahirkan disaat mahasiswa sedang demonstrasi. Kemacetan membuat dia harus putar balik. Ibunya telah menangis sewaktu ia menelpon. Barulah istrinya dibawa ke RS Hadijah pada jam 11 malam. Sesampainya di rumah sakit, dokternya membutuhkan darah. Sebab dokternya takut, jangan sampai ketika sesar, ia mengeluarkan banyak darah. Pria anonim itu menawarkan darahnya. Namun tidak bisa. Sebab kondisi fisik, berat badan tidak sesuai standard untuk jadi pendonor darah. "Stok darah A telah habis." Ia makin panik. Ia telpon seluruh temannya, namun tak bisa. "Ya Allah, dosa apa aku ini." Ceritanya sambil mempraktekkan gayanya ketika berdoa. Pertolongan baru muncul sekitar jam 12. Katanya ada yang mendonor. Ia berucap syukur. "Kalau ku tau itu orangnya, kukasiki uang. Cuman ndak kutauki." 

Pembicaraan selesai ketika memasuki setengah sembilan. Saya berpikir banyak hal dalam perjalanan. Betapa banyaknya waktu saya terbuang. Saya tak sungguh-sungguh untuk meraih cita-cita. 

Semoga Allah memudahkan saya dan siapa saja yang ingin meraih cita-cita.

November, 2014

0 komentar:

Posting Komentar

Muh. Hidayat. Diberdayakan oleh Blogger.