Cari Blog Ini

Senin, 29 Juni 2015

Pendidikan dan Al-Ghazali


Judul : Seluk-Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali
Penulis : Drs. Zainuddin dkk.
Penerbit : Bumi Aksara Jakarta. Anggota IKAPI.
Cetakan : Pertama, 1991
Tebal : 135 halaman
ISBN : -

Salah satu cerita yang cukup terkenal mengenai Jepang yakni sepak terjangnya dengan dunia pendidikan. Setelah terjadi ledakan di Hiroshima, Kaisar Jepang saat itu Hirohito bukan bertanya perihal seberapa banyak materi yang tersisa. Namun, berapa banyak para pendidik atau guru yang masih hidup. Ini bukti bahwa pendidikan adalah suatu yang amat penting. Jepang dengan segala ilmu pengetahuan dan teknologi nya maju berkat dunia pendidikan.

Dalam peradaban Islam, kita juga bisa menyaksikan budaya dan tradisi ilmu yang begitu kental. Tak heran peradabadan Islam sering disebut dengan zaman keemasan (Golden Age). Lahirnya peradaban itu tidak bisa lepas dari para alim ulama. Al-Ghazali adalah salah satu pemikir muslim yang mempunyai banyak sumbangsih dalam tradisi keilmuan. Ulama yang juga dijuluki Hujjatul Islam ini tidak hanya menguasai satu bidang keilmuan. Ia mempelajari ilmu fiqh, mantiq, dan filsafat. 

Luasnya ilmu yang dimiliki oleh Al-Ghazali ini membuat Zainuddin dkk menyediakan buku khusus mengenai pendidikan. Buku yang diberi judul ‘Seluk-Beluk Pendidikan dari Al-Ghazali’ ini menyajikan konsep ataupun aspek yang harus dimiliki seorang pendidik. Tentang bagaimana hakikat ilmu, pengajar, murid, dan orangtua. 

Buku dengan jumlah 5 Bab ini tidak hanya meliput pemikiran Al-Ghazali. Namun, Penulis juga mengutip pendapat dari praktisi pendidikan di Indonesia maupun luar negeri. Hal ini untuk menyelaraskan kesesuaiannya dalam tinjauan Agama dan bernegara.

Dalam tujuan utama pendidikan misalnya, Al-Ghazali mengemukakan tiga hal hal, yakni; mempelajari ilmu pengetahuan semata-mata untuk ilmu pengetahuan itu saja, sebagai pembentukan akhlak, dan untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat (halaman 42-46). Tujuan pendidikan seperti ini tentu berbeda dengan aliran-aliran pendidikan Barat. Dimana mereka lebih menekankan aspek dunia. Bahwa dunia adalah tujuan hidup. Mereka mengingkari wujud Tuhan, hari akhirat, dan sesuatu yang gaib (transenden) (halaman 47). 

Al-Ghazali juga mengutarakan agar para pendidik hendaknya mengikuti jejak Rasulullah dalam tugas dan kewajibannya. Karena memang Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam dilahirkan di dunia ini adalah sebagai Uswatun Hasanah atau Figur Ideal bagi umat manusia pada umumnya dan bagi seorang pendidik pada khususnya (halaman 59). Para pendidik juga harus memberikan kasih sayang kepada murid-murid dan memperlakukan mereka seperti anak sendiri (halaman 61). Selain itu, seorang pendidik juga harus memberi teladan bagi anak didik mereka dan menghormati kode etik guru (halaman 62).

Sebaliknya, untuk para pelajar kata Al-Ghazali hendaklah mendahulukan kesucian jiwa. Membersihkan dirinya dari sifat-sifat yang tercela seperti: dengki, takabbur, menipu, angkuh dan sebagainya. Sebab pribadi yang buruk meski berpengatahuan, tidak bermanfaat bagi dirinya dan lainnya. Ia hanya memperoleh kulit dan lahirnya saja, bukan isi dan hakikatnya. 

Para penunut ilmu juga seharusnya mengurangi hubungannya dengan kesibukan duniawi. Ia harus siap merantau untuk mencari ilmu pengetahuan, tidak menyombongkan ilmunya dan tidak menentang gurunnya. Penuntut ilmu juga baiknya mendudukan ilmu pengetahuan yang paling pokok dan mulia lebih awal kemudian  yang penting (halaman 71-73). 

Buku dengan tebal 135 halaman ini sangat direkomendasikan buat para praktisi pendidikan. Sebab, seperti yang sudah dijelaskan, untuk mencerdaskan kehidupan bangsa lagi berbudi pekerti luhur adalah dengan pendidikan. Pendidikan ialah tonggak untuk mencapai kemajuan bangsa.

2 komentar:

Muh. Hidayat. Diberdayakan oleh Blogger.