Saya baru membaca buku 'Generasi Copy Paste' karya Awy A Qolawun. Salah satu hal yang disampaikan dari buku tersebut yakni pentingnya menguasai bahasa asing. Entah kenapa, saat membaca materi tersebut, saya jadi ingat Kak Malewa. Tersebab ia pernah menyinggung tak lihainya saya berbahasa Bugis.
"Kasian yang ngaku orang bone tapi nda bisa bahasa bugis. Toh Muhammad Hidayat?" begitu ucapnya. Asli. Saya langsung tertawa. Sebagai orang yang lahir di Watampone, sudah sewajarnya menguasai bahasa daerahnya. Hanya saja, karena saya adalah korban dinas orangtua, alhasil tak pandai menguasai satu bahasa daerah pun.
Saya baru sedikit menguasai Bahasa Daerah ketika KKN. Sayangnya, tempat KKN saya berada di Bontosunggu, Takalar. Mau tak mau, bukan Bahasa Bugis yang saya pelajari, melainkan Bahasa Makassar.
Yang menarik, kenapa kita mesti mempelajari Bahasa Asing atau Daerah? Karena ia merupakan pelajaran yang dianjurkan Nabi.
Nabi pernah secara khusus memerintahkan sahabatnya, Zaid bin Tsabit, untuk mempelajari bahasa dan aksaranya orang Israel, bahasa Ibrani.
Sebagaimana Nabi dalam memilih para utusannya yang dipercaya untuk mengantar surat beliau kepada pemimpin dunia kala itu, yaitu mereka menguasah bahasa setempat. Semisal Dihyah al-Kalby yang dikirim ke Heraclius Caesar, Hathib bin Abi Balta'ah yang dikirim ke Pkauchios di Alexandria, atau Ala' bin Al-Hadharami yang dikirim ke Choesroes Pervez. Para Khalifah seperti Sultan Muhammad Al-Fatih pun dikenal dengan banyaknya ia menguasai bahasa.
Maka tak bisa dipungkiri lagi, bahwa bahasa merupakan salah satu pelajaran penting. Tak perlulah kita mengatakan Bahasa Inggris itu milik orang non-muslim, lantas kita enggan mempelajarinya. Sungguh, semua Bahasa yang ada di dunia ini adalah satu dari ciptaan Allah. Maka, mari kita mempelajari bahasa-bahasa lain. Dan jangan pelit hanya dengan mengisi satu bahasa. Karena kita bisa menguasai 3 sampai 5 bahasa. Wallahu 'alam
Desember, 2014
0 komentar:
Posting Komentar