Tapi saya teringat, bahwa semuanya tergantung persepsi kita di waktu tersebut. Rekan saya di Makassar, pernah melakukan penelitian bersama peneliti dari luar negeri. Mereka membuka laptop sambil melakukan wawancara di pete-pete (red: angkutan umum). Rekan saya berkata mengenai peneliti luar negeri tersebut, "Deh, namanfaatkan betul waktunya itu orang. Baru sampai turun itu nah nalakukan wawancara," ceritanya takjub.
Kembali ke Jakarta, kita tidak pernah minta jalan yang kita lalui itu macet atau tidak. Akan tetapi, kembali ke persepsi kita masing-masing. Ada penulis yang juga guru saya, Kang Irfan Hidayatullah yang membuat buku berjudul 'Dari Ruang Tunggu' berisikan puisi-puisi yang dia hasilkan dari menunggu. Di halte, di terminal, dan di kamacetan sekalipun. Ia menghasilkan karya di tengah kebisingan dan keruwetan para pekerja di jalan raya. Di situasi saat ini, kita tentu tak asing lagi dengan banyaknya para pekerja melakukan rapat melalui zoom meeting. Tentu ada banyak cara. Semua tergantung Anda.
Yang ingin saya tekankan, di manapun kita ditanam, semoga langkah kita selalu menuju kepada kebaikan. Waktu yang kita pakai di jalan raya sebab terkena macet, insyaallah tidak ada bedanya dengan penduduk di belahan bumi lain yang jalannya lowong apabila disia-siakan juga. Mari bersyukur terhadap apa yang kita miliki saat ini.
0 komentar:
Posting Komentar