Judul : Hijab Hati
Penulis : Nur Inayah dan Fitrawan Umar
Penerbit : Quanta
Jumlah Halaman : 192
ISBN : 9786020287898
Setiap
episode kehidupan yang kita jalani, tentu saja tidak lepas dari yang namanya
masalah. Ia datang tanpa pernah kita undang. Namun, sejauh mana kita melihat
masalah tersebut, ia tergantung dari suasana hati kita. Mereka yang hatinya
baik akan melihat masalah tersebut sebagai tangga menuju kedewasaan.
Sebaliknya, mereka yang hatinya kotor akan melihat masalah sebagai momok
kehancuran.
Buku
Hijab Hati karya Nur Inayah dan
Fitrawan Umar ini memberikan perlindungan tersendiri agar terhindar dari duri
yang bernama resah, gelisah, iri, sombong dan berbagai penyakit hati lainnya.
Dengan tebal 177 halaman, buku ini menawarkan renungan-renungan yang membuat
kita menjadi pribadi lebih baik. Bahwa, setiap perjalanan hidup, kita harus
tetap sabar kala ditimpa masalah, dan bersyukur ketika tercapai segalanya.
Serta senantiasa berbuat baik pada sesama.
Di
awal-awal tulisan, Inayah Fitrawan banyak mengungkit tentang cinta. Pembaca
diingatkan bahwa sebaik-baik cinta yakni kepada Allah. Adapun mereka yang
menuhankan cinta perlu waspada. Karena menuhankan cinta sungguh besar dosanya.
Selain menyakiti diri sendiri, juga ‘menyakiti’ Allah. Padahal, Allah
tahu, siapa yang pantas dan tidak pantas
untuk mendampingi hidup kita, mendampingi hati kita yang permata. Jika kita
pantas, Allah akan memberikan tidak sekadar baik, tetapi yang terbaik (hlm.
10).
Pun,
jika kita mencintai seseorang, maka ikatlah dengan tali pernikahan. Bahwa,
tidak ada sesuatu yang tepat bagi orang-orang yang jatuh cinta selain menikah.
Menikah bukan saja untuk memiliki cinta seutuhnya, melainkan juga untuk
membuktikan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Menikah berarti usaha yang
sungguh-sungguh untuk menutup celah masuknya godaan-godaan maksiat dari setan
(hlm. 70).
Jika
belum ingin menikah, keberanian itu terpaksa harus dialihkan ke keberanian
untuk menjaga hati, menjaga pandangan, menjaga aliran darah yang menghangat
bila berdekatan dengan lawan jenis, menjaga kesabaran, dan puas. Sebab,
betapapun, keberanian dan kekuatan kita tak berdaya di hadapan godaan cinta
(hlm. 71).
Hati
yang penuh cinta, tak selamanya ditujukan kepada seseorang. Melainkan kepada
diri sendiri. Cinta pada diri sendiri akan bermetamorfosa menjadi
kebaikan-kebaikan yang dirasakan oleh orang lain. Setiap tingkah laku kita
menjelma manfaat di sekeliling kita. Inilah yang diistilahkan oleh Inayah
Fitrawan sebagai Viral Kebaikan. Kebaikan yang kita lakukan dapat menular
kepada orang lain. Orang lain mencontohi kebaikan kita dan seterusnya dicontohi
oleh orang lain lagi (hlm. 111).
Ketika
kita menanam pundi-pundi kebaikan, maka pahala pun mengalir kepada kita. Dan
karena bersifat viral, maka pahala kita menjadi berlipat-lipat banyaknya.
Betapapun, jika kita berbuat baik, maka pada dasarnya kita berbuat baik kepada
diri sendiri. Kita sudah menyelamatkan diri kita dari perangkap ego. Kita sudah
mengusir anasir jahat dalam hati sehingga menjadi tenang, terang, dan lapang.
Kita sudah mensyukuri karunia Allah, dan membuktikan ketaatan kepada-Nya (hlm.
121.)
Kebaikan
yang kita lakukan adakalanya juga menjadi sia-sia apabila niatnya hanya ingin
mendapat pujian orang. Diperlukan keikhlasan agar setiap amalan kita bernilai
oleh-Nya. Keikhlasan akan meluruskan pikiran dan menjernihkan akal, sehingga
apapun yang kita lakukan, semua akan berjalan sebagaimana mestinya (hlm. 135).
Pemimpin-pemimpin
agung di dunia ini selalu menunjukkan spirit keikhlasan dalam melakukan
aktivitas kepemimpinannya. Mereka tidak menuntut apa-apa dari orang lain. Tidak
pujian, tidak juga harta. Sebab apa yang mereka lakukan semata-mata untuk
kebaikan yang ditujukan pada Allah (hlm. 136).
Di
era teknologi zaman sekarang ini, buku ini dirasa perlu. Apalagi dalam berita-berita
yang termuat di media kebanyakan remaja-remaja yang putus asa. Rata-rata mereka
hidup tanpa tujuan. Agama dilalaikan. Alhasil, pribadi yang muncul adalah
pribadi yang congkak, pengeluh, sombong, dan linglung. Kehadiran buku ini
sangat cocok buat para pemuda yang sedang mencari jati diri dan belum menemukan
makna kehidupan. Renungan dalam buku ini diharapkan dapat menuntun kita ke
jalan yang lebih baik. Menjadi pribadi yang senantiasa berakhlak dan selalu
bersyukur. Selamat membaca!
0 komentar:
Posting Komentar