Film Ayat-Ayat Cinta 2 dan Adegan yang Saya Sukai
Alhamdulillah. Kesampaian juga saya menonton Ayat-Ayat Cinta 2. Saya menonton Ayat-Ayat Cinta 2 bersama teman-teman yang kece-kece. Ada Kak Mimin, Kak Atun, Kak Mita, Kak Nurul, Kak Eka, Kak Masni, dan Kak Yusran. Saat itu Makassar lagi gerimis-geremis cantik. Jadwal menonton kami jatuh pada pukul 7.15 WITA diM'Tos Makassar.
Sebenarnya, saya sudah membaca sebagian halaman dari novel Ayat-Ayat Cinta 2. Jadi tak heran ketika saya menonton, saya bertanya-tanya. "Kok begini?" Tanpa pikir panjang, sayapun mengabaikan gangguan tersebut. Saya ingin menonton tanpa diganggu oleh novel dan komentar orang-orang di dunia maya.
Lantas bagaimana tanggapan saya? Pertama, saya harus memosisikan diri saya sebagai seorang penikmat saja. Sebab menjadi kritikus film tidak gampang euy. Saya senang sekali dengan twit dari Firman Syah (Id Twitter @immank_chia). Menurutnya, kebanyakan pengulas film kalau di hadapan film hollywood menjadi murid yang baik, penurut, dan soleh. Tapi giliran film Indonesia, tiba-tiba menjadi guru yang sangat pintar dan arogan.
Lantas, kenapa pengulas film tidak mampu mendapatkan cela dari film Hollywood ketimbang film Indonesia? Katanya, yah karena pengulas lebih banyak nonton subtitle daripada gambarnya. Saya manggut-manggut dan membenarkannya. Sebab memang selama ini kalau nonton film barat, kita lebih cenderung lihat subtitlenya kan? Ngaku aja.
Menurut pandangan saya, film Ayat-Ayat Cinta 2 berbicara tentang cinta dan keberagaman. Ada beberapa scene yang saya sangat sukai. Yakni, pada saat salat berjamaah di masjid. Kulit hitam dan kulit putih bersama dalam satu shaf. Jabatan tinggi-rendah semua sama. Derajat Hulusi, Misbah, dan Fahri yang membedakan ialah derajat takwa. Justru menurut saya, adegan saat salat lebih saya sukai dibanding menolong Nenek Katerine (semoga saya tak salah nama) saat jatuh di depan tempat ibadah Yahudi.
Mungkin adegan itu saya sukai karena 2 Minggu belakangan ini saya menonton video-video kulit hitam. Misalnya beberapa minggu yang lalu saya menonton Hidden Figures. Film yang menceritakan tentang kulit hitam yang pandai matematika, namun sangat direndahkan oleh kaum kulit putih. Sedih banget. Sampai-sampai saya mewek. Beberapa setelahnya saya menonton video prank di mana kulit hitam selalu jadi korban. Mereka dipanggil 'N***a' atau dalam sebuah acara tv sang juri mengatakan, "i don't like him because he is black".
Ah. Adegan salat berjamaah itu sungguh membuktikan kalau Islam tak mengenal siapa, apa, di mana kamu berada. Kalaulah indeks prestasi ketakwaanmu lebih tinggi, maka toga surga yang lebih tinggi lebih layak kau dapatkan.
Kemudian adegan yang saya sukai yakni saat debat. Yup. Saya pernah menonton video debat di Amerika. Dan memang aturan kursi dan podiumnya hampir mirip. Saya sebenarnya berharap agar debat ini lebih lama scenenya. Karena saya menunggu Fahri mematahkan teori-teori barat yang lain. Bukan cuman teori Samuel Huntington saja.
Selebihnya, terlepas dari komentar orang-orang, saya ingin memberikan nilai 7,5 dari 10 untuk film ini. Saya tutup dengan nasihat yang paling saya sukai dari Misbah kepada Fahri, "Kamu menipu Allah. Jika niat kita mungkin salah, ingat-ingatlah selalu. Apakah kita menipu Allah atu tidak? Apakah niat kita sudah benar dalam beraktivitas?
Buat kamu yang belum tonton, masih ada loh filmnya di Bioskop. Jadi tonton segera yah! 😄😄
0 komentar:
Posting Komentar