Cari Blog Ini

Kamis, 11 Februari 2016

Kita dan Pahlawan Imaji dalam Puisi Andi Batara al-Isra


Doraemon,
Tolong keluarkan pintu ke mana saja dan bawa semua pejuang kemanusiaan untuk
Membantu saudaraku di sebuah negeri yang jauh dari negeri mataharimu
Beri mereka baling-baling bambu untuk terbang melawan helikopter dan jet-jet tempur,
Beri mereka senjata futuristik apa saja untuk mengalahkan bom-bom dan artileri,
Sebab aku tahu, bukan hanya Nobita yang akan kau bantu,
kami juga kan?

Kalimat di atas adalah bait terakhir dari puisi Andi Batara Al-Isra yang berjudul ‘Karena Tokoh-tokoh Dunia Hanya Diam, Seseorang Lari Meminta Bantuan Tokoh-tokoh Animasi Khayalan’. Puisi tersebut terdapat dalam buku 700 Batang Cahaya: Palestina dalam Puisi dan Cerita (FLP Publishing, 2015).


Palestina sebagaimana kita ketahui, penuh dengan cerita-cerita memilukan. Kanak-kanak di sana tak lagi berbapak. Letupan suara bom selalu menggema. Sana-sini bunyi peluru terdengar. Rumah-rumah runtuh. Air mata tak henti-hentinya mengalir. Desingan peluru seolah sirine penjemput nyawa. Di saat tentara Israel meluncurkan tank, mereka hanya menggunakan segenggam batu. Di saat seperti itu, teriring harapan akan munculnya seorang ‘pahlawan’. Tapi siapa?

Mungkin karena tokoh-tokoh dunia tak bersuara tentang Palestina, alhasil, meminta kepada tokoh khayalan ialah jalan terbaik sekaligus konyol. Setidaknya begitu Batara mengungkapkan kesedihannya. Batara mungkin sedih pada Ban Ki Moon, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang seharusnya mengutuk kebiadaban Israel. Batara mungkin juga sedih pada mereka pejuang kemanusiaan yang membatasi ruang kemanusiaan mereka karena perbedaan agama dan negara.

Hal ini bisa kita temukan pada potongan puisinya. Sebab aku tahu, bukan hanya Nobita yang kau bantu. Jika kita mengumampakan Doraemon ialah pejuang kemanusiaan, maka Nobita ialah korban dari kebiadaban. Hanya saja mengapa Batara menaruh ‘Kami juga kan?’ di akhir bait? Bahwa pertanyaan ‘Kami juga kan?’ tidak lahir begitu saja. Ia mewakili perasaan orang-orang di Palestina yang dibombardir. Bahwa selama ini kemanusiaan yang ada hanya dalam ruang lingkup regionalnya saja. Para pejuang kemanusiaan menutup mata ketika yang dizalimi adalah Palestina. Padahal, kata penyair Helvy Tiana Rosa, “Kemanusiaan itu tak mengenal batas negara dan agama. Ia tumbuh dari keajaiban nuranimu tanpa sekat, tanpa musim.”

Palestina ialah salah satu negara yang mempunyai kontribusi besar terhadap Indonesia. Palestina ialah satu dari saudara kita. Ketika Palestina sedang ‘sakit’, itu artinya kita pun merasakan sakit. Kita dan Palestina ibarat satu tubuh. “Gaza, Palestina, Kau tubuhku. Perihmu adalah perihku. Lukamu adalah lukaku. Tangismu adalah tangisku,” kata Ganjar Widhiyoga.

Menyembuhkan Palestina sama saja dengan memperjuangkan martabat bangsa. Seperti pada pembukaan UUD 1945, “Penjajahan diatas dunia harus dihapuskan. Karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan.” Kita menghafalnya sejak masih berusia anak-anak. Sekarang, tibalah masa pembuktian itu.

Kita menyadari, kemampuan kita tak sama dengan kemampuan layaknya tokoh-tokoh khayalan dalam puisi Batara. Kita tidak bisa dengan instan mengeluarkan benda-benda dari kantong ajaib Doraemon untuk membantu Palestina. Kita tidak bisa membuat uang seribu menjadi triliun hanya dengan sekali ketukan. Itu semua hanya imajinasi belaka. Tapi lewat material, tulisan, dan doa, kita bisa meringankan beban mereka. Donasi yang kita salurkan –sungguh- bisa menghapus air mata Palestina. Makanan yang kita salurkan akan berubah menjadi daging bagi para pejuang Palestina –yang kelak akan menjadi saksi juga di akhirat.

Presiden pertama kita, Ir Soekano pernah berkata, “Selama kemerdekaan Bangsa Palestina belum diserahkan kepada orang-orang Palestina, maka selama itulah bangsa Indonesia berdiri menentang penjajahan Israel!”. Atau dengan kata lain, selama Palestina belum merdeka, maka Indonesia akan senantiasa membantu.

Melalui puisi ini, Andi Batara al-Isra telah menaruh peduli pada rakyat Palestina. Sindirannya pada tokoh-tokoh dunia sangat kental. Selanjutnya tinggal menunggu waktu. Kapan kita membantunya. 

Sumber Gambar: http://nurilannissa.tumblr.com/page/3
*Dimuat di Harian AMANAH 

0 komentar:

Posting Komentar

Muh. Hidayat. Diberdayakan oleh Blogger.