Cari Blog Ini

Selasa, 08 Desember 2015

IPK dan Arah Pendidikan Bangsa

Baru-baru ini,  Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Yuddy Chrisnandi mengeluarkan pernyataan bahwa seseorang yang IPKnya di atas 3,5 akan dimudahkan untuk masuk ke Pegawai Negeri Sipil (PNS). Pernyataan ini perlu ditanggapi secara bijak. Mengingat, hal yang dibicarakan ialah masalah pendidikan. Sebagaimana kita ketahui, pendidikan ialah modal penting untuk kemajuan bangsa. Nelson Mandela bahkan menyebutnya sebagai senjata paling ampuh untuk mengubah dunia.
 
Memudahkan para sarjana dengan IPK tinggi dapat ditinjau dalam tiga aspek. Yang pertama, IPK tinggi merupakan cerminan dari rajin atau giatnya seorang mahasiswa dalam perkuliahan. Semakin tinggi IPK, semakin berkualitas seseorang. Namun, inipun masih menyimpan pertanyaan. Sebab, apakah sama kualitas para alumni yang universitasnya menempati 10 besar dengan yang menempati urutan 100? Apakah sama kampus negeri dan swasta? 

Selain itu, hal ini juga memungkinkan para dosen atau pengajar melakukan kecurangan. Meski harus diakui, dalam kondisi sekarang pun sudah banyak kasus tidak sportif dalam perguruan tinggi. Terbukti, tidak sedikit mahasiswa yang hanya tiga kali menginjakkan kaki ke kampus. Saat mendaftar, saat ujian, dan saat wisuda.

Pandangan kedua yakni memudahkan IPK tinggi untuk masuk PNS dapat berpotensi menghilangkan skill seseorang. Mahasiswa lebih cenderung meningkatkan nilai akademiknya, dibanding mengupgrade kemampuan yang ia miliki. Apalagi, dalam berbagai riset yang menyatakan bahwa kebanyakan mahasiswa bermentalkan PNS. Maksudnya, ketika ditanya ‘Ingin jadi apa setelah kuliah?’, maka jawabannya yakni ingin menjadi PNS. Bahwa mempunyai IPK tinggi itu baik. Namun ada aspek-aspek lain yang lebih penting –bahkan urgent- untuk diperhatikan. 

Jika kita kembali pada imbauan Komisi Internasional tentang Pendidikan Abad  ke-21 dari UNESCO dalam hal “Learning The Treasure Within”, maka kita akan dapati bahwa para pelaku pendidikan di Indonesia ditantang untuk berperan secara maksimal dalam mempersiapkan sumber daya manusia dalam transformasi global. Tentu saja, untuk mencapai hal tersebut tidak hanya bermodalkan IPK yang tinggi.

Seorang mahasiswa harus menguasai ilmu pengetahuan mengenai bidang yang dipilihnya (learning to know); memiliki life skills, seperti komunikasi, kerja tim, pemecahan masalah, mengelola konflik, ketrampilan manual dan intelektual (learning to do); mengalami perkembangan menyeluruh, seperti intelegensia, kepekaan, estetika, tanggung jawab pribadi, dan nilai-nilai spiritual (learning to be); dan mampu menumbuhkan sikap toleransi dan saling menghargai untuk hidup bersama (learning to live together).

Dalam studi sumber daya manusia (Human resources), pendidikan juga merupakan salah satu aspek terpenting kemajuan bangsa. Sebab, rendahnya kualitas SDM akan berdampak negatif pada segala dimensi, baik itu sosial, budaya, ekonomi, maupun politik. Tinggi rendahnya kualitas SDM dapat diukur dengan seberapa kreatif dan produktif seseorang ketika bekerja. Baik secara individu maupun dalam kelompok. Selain itu, ia juga harus mampu mengaplikasikan segala pengetahuan yang ia miliki. Tidak sebatas teori.

Seperti kata Achmad Sanusi dalam Pendidikan Alternatif, “Jika abad silam disebut abad kualitas produk/jasa, maka masa yang akan datang merupakan abad kualitas sumber daya manusia. SDM yang berkualitas dan pengembangan kualitas SDM bukan lagi merupakan isu-isu atau tema-tema retorik, melainkan merupakan taruhan atau andalan serta ujian setiap individu, kelompok, golongan masyarakat, dan bahkan setiap bangsa.” 

***

Menghadapi era globalisasi sekarang ini, kita dituntut agar mampu menghadapi persaingan yang semakin kompetitif. Terlebih lagi dengan dicanangkannya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA). Masyarakat harus cerdas memilah mana yang baik dan buruk. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi akan sia-sia jika dekadensi moral terus berlanjut. Pendidikan sebagai jalan menuju arah yang lebih baik pada akhirnya masih menemukan banyak rintangan-rintangan. Dan ini bukan saja PR pemerintah, namun PR kita semua. Wallahu ‘alam!

2015

0 komentar:

Posting Komentar

Muh. Hidayat. Diberdayakan oleh Blogger.